Pesatnya penggunaan
internet berpengaruh secara meluas tidak hanya pada bidang teknologi, tetapi
juga pada aspek sosial, politik, ekonomi-budaya, termasuk media massa. Dengan
adanya internet, terjadi pemekaran (konvergensi) dari jenis-jenis media yang
sudah ada sebelumnya. Perkembangan teknologi media yang cepat dengan kemampuan
konvergensinya, secara perlahan tapi pasti akan berdampak pada sistem kerja
media massa, terutama praktik jurnalistik. Meskipun prinsip-prinsip yang
berkaitan dengan etika dasar tetap dipertahankan sesuai nilai universal
jurnalisme: akurat, objektif, fair, seimbang, dan tidak memihak, namun dalam
praktiknya, kehadiran jurnalisme online yang difasilitasi internet sedikit banyak mereduksi teknik-teknik
jurnalisme konvensional yang selama ini berlaku. Perubahan itu tampak dari
peran jurnalis, fungsi gatekeeper, karakteristik medium, hingga perilaku audiensnya.
Beberapa formula dalam
pemberitaan jurnalisme online yang berbeda dengan media konvensional antara lain: Pertama, berita cepat tayang dan
bahkan real
time karena internet mampu memperpendek
jarak antara peristiwa dan berita. Pada saat peristiwa berlangsung, beritanya
bisa dipublikasikan secara luas. Kedua,
berita ditayangkan kapan saja, dari mana saja, tanpa memperhitungkan luas
halaman dan durasi, karena internet memang tidak memiliki problem ruang dan
waktu dalam mempublikasikan informasi.Ketiga, berita diformat dalam bentuk singkat dan padat karena informasi terus
mengalir dan berubah sewaktu-waktu. Namun kelengkapan informasi tetap terjaga
karena antara berita yang satu dengan berita yang lain bisa dikaitkan (linkage) hanya dengan satu klik.Keempat, untuk menjaga kepercayaan
pembaca, ralat, update, dan koreksi dilakukan secara periodik dan konsisten. Ini
sekaligus memanfaatkan kekuatan interaktif internet (Supriyanto dan Yusuf,
2007: 104-105).
Menurut Sen dan Hill
(2001: 227), di Indonesia, teknologi internet mulai populer sejak tahun 1994.
Saat itu internet masih identik dengan materi pornografi dan gosip politik.
Kehausan masyarakat Indonesia untuk mengakses gambar-gambar porno bisa
dipuaskan oleh internet sehingga banyak pihak yang memperingatkan agar
berhati-hati dengan internet. Di sisi lain, ketertutupun politik menyebabkan
hadirnya berbagai forum mailing list. Salah satu yang paling terkenal
adalah Indonesia-1 (kemudian lebih populer
disebutapakabar). Forum di dunia maya ini membahas
isu-isu politik di Indonesia, yang dimoderatori oleh John
MacDougall di Maryland, Amerika Serikat.
Pada tahun 1994-1995, apakabar dipandang oleh para aktivis LSM
sebagai medium yang sangat berharga untuk menyebarkan berita-berita penting
dalam negeri dan luar negeri yang bebas dari sensor. Mailing list tersebut telah menjadi “sebuah
sarana luar biasa untuk menyatakan pendapat dan pikiran dengan bebas dan
terbuka” (Sen dan Hill, 2001: 227). Madu (2003: 22) dan Winters (2002),
menilai. Kehadiran internet bahkan telah menciptakan ruang-ruang publik
secara bebas dan otonom bagi oraganisasi atau kelompok untuk menentang
kemampuan kekuasaan negara. Berdasarkan penelitian Sen dan Hill (2001: 227),
sekitar akhir 1995, MacDougall memperkirakan ada sekitar 13.000 orang
anggota mailing
list apakabar,
kebanyakan orang Indonesia yang tinggal di Indonesia.
Namun Supriyanto dan Yusuf
(2007: 104) menilai, kesan yang umum berlaku pada saat itu, informasi politik
yang muncul di dunia internet seringkali dicurigai tidak berdasarkan fakta
akurat. Akibatnya internet identik dengan gosip politik dan berita sensasi.
Persepsi buruk terhadap internet menjadi tantangan tersendiri bagi para pendiri
portal khusus informasi atau situs berita (newsonline). Dengan modal pengalaman jurnalistik
di berbagai media konvensional, serta pemahaman tentang teknologi internet
sebagai media komunikasi interaktif, para pendiri situs berita mulai berani
menerapkan prinsip-prinsip kerja jurnalisme di ranah internet. Dalam situasi
perkembangan teknologi internet yang dipersepsikan demikian, satu-persatu situs
yang mengkhususkan diri pada penyajian berita mulai bermunculan.
Situs berita yang hadir di tengah-tengah gonjang-ganjing perpolitikan nasional
lalu menjadi pilihan masyarakat yang tengah membutuhkan informasi yang cepat,
dapat dipercaya, dan tentunya bebas dari sensor.
Pada awalnya, dimulai
tahun 1995, beberapa perusahaan media cetak memajang produknya di website. Harian Republika (www.republika.co.id) dan Harian Kompas(www.kompas.com) adalah contoh perusahaan pers
di Indonesia yang mengawali pemanfaatan website sebagai medium publikasi, lalu
disusul media-media cetak lain. Namun apa yang dilakukan kedua harian tersebut
tidak lebih dari sekadar menempatkan ulang produk yang sama dari versi cetak ke
versi web. Sajian yang terdapat di situs web kedua harian tetrsebut hanyalah
digitalisasi format teks dari versi cetaknya. Oleh karena itu, pada dasarnya
saat itu kedua situs yang berdiri tetap saja bagian dari tradisi pers cetak,
bukan pers online (Darsono, 2002).
Darsono (2002)
menambahkan, situs web Tempo lnteraktif (www.tempo.co.id), yang menyusul setahun kemudian
(Maret 1996), memberi warna baru dalam bidang publikasi berbahasa Indonesia
di website. Setidaknya, Tempo Interaktif menjadi perusahaan pers
pertama di Indonesia yang memanfaatkan teknologi web sebagai media publikasinya
tanpa memiliki versi cetak, terkecuali penerbitan buku kumpulan artikel
dalam Majalah
Tempo sebelum
dibredel (Juni 1994) yang pernah didokumentasikan di web tersebut. Meskipun
demikian, praktik pers Tempo Interaktif tetap saja dalam bayang-bayang pendekatan tradisi pers cetak.
Situs ini misalnya, hanya di-update seminggu
sekali. Seolah merupakan pengejawantahan tradisi pers cetak yang mengenal
periodisasi penerbitan—harian, mingguan, dwi mingguan, bulanan dan seterusnya.
Situs berita Detik.com (www.detik.com) oleh banyak orang dinilai sebagai
pelopor praktik pers online di Indonesia. Sejak pertama kali di-online-kan tanggal 9 Juli 1998, Detik.combukan
saja hanya menggunakan format penerbitannya dalam bentuk halaman-halaman web
saja—tanpa versi cetak, namun juga memang sejak awal dirancang dengan
mengakomodasi dan memanfaatkan kecanggihan, kemudahan, dan keleluasaan yang
menjadi karakter teknologi web. Kesuksesan Detik.com mendorong
situs berita dengan format sejenis bermunculan, seperti Astaga.com, Satunet.com, Lippostar.com, danKompas Cyber Media (KCM) yang merupakan perkembangan
lebih lanjut dariKompas.com.
Beberapa situs berita
tersebut masih bertahan sampai saat ini, namun sebagian mengalami kerugian
sehingga tutup atau bermetamorfisis ke dalam bentuk situs lain di luar kategori
situs berita. Astaga.com dan Satunet.com kini
sudah berganti format, sementaraDetik.com, TempoInteraktif, dan Kompas Cyber Media (KCM) masih tetap eksis. Fenomena
ini menjadi menarik karena jika dirunut dari akar permasalahannya, problematika
yang dihadapi oleh situs berita pada prinsipnya adalah bagaimana mengelola
isi (content) situs bersangkutan, bukan
hanya membangun web portal, lalu tinggal mengembangkannya saja. Untuk bisa
tetap survive sebuah media online seperti situs berita
membutuhkan perencanaan dan pengelolaan yang matang. Sejumlah kekhasan yang
dimiliki media ini membuat para pengelolanya harus memperhatikan aspek-aspek
pengelolaan informasi yang berbeda dengan media lain.
Banyaknya peristiwa
yang terjadi dalam waktu bersamaan, pengutamaan kecepatan waktu penyampaian
informasi, ruang media online yang terbatas, keterbatasan SDM yang dimiliki, serta karakter
teknologi media yang kompleks, membuat format media dan produksinya pun akan
berubah. Kenyataan ini seharusnya dapat diantisipasi oleh para pengelola media online. Sebagai contoh, sebuah studi yang
dilakukan oleh Singer (2001) mengindikasikan bahwa ketika suratkabar
menjadi online, peran penjaga gerbang(gatekeeper) mereka “menghilang” digantikan oleh
tirani kecepatan (updating).
Pertanyaan yang muncul
kemudian adalah bagaimana manajemen pada sebuah mediaonline dilakukan? Bagaimana
pengelolaan media mulai dari struktur organisasi, SDM, infrastruktur teknologi?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akhirnya bermuara pada persoalan mendasar
berkaitan dengan situs berita, yakni bagaimana manajemen redaksional dijalankan
pada media online? Tidak seperti media yang berbasis
cetak, manajemen redaksional situs berita bekerja sejalan dengan karakter
berbeda yang dimiliki oleh media online, baik dalam hal manajemen pemberitaan, pengelolaan rubrikasi, editing,
dan hal-hal teknis jurnalistik lainnya.
Situs berita dirancang
untuk diakses secara gratis oleh pembaca. Oleh karena itu, sejak kemunculan
pertamanya, para pengelola sudah memikirkan bagaimana agar situs beritamampu mendapat
dukungan iklan. Upaya meneliti bagaimana langkah-langkah pengelolaan situs
berita di Indonesia menjadi relevan untuk melihat bagaimana problematika yang
dihadapi dalam pengelolaan situs berita. Spektrum persoalan seputar finansial
sebagai konsekuensi dari media berbasis dua muka (pembaca/pengakses dan
pengiklan) akan menjadi warna tersendiri dalam upaya melihat manajemen
redaksional dalam situs berita.
Awalnya banyak yang
meragukan kemampuan internet menyingkirkan media cetak, apalagi radio dan televisi
karena sifat internet yang tidak praktis dan mahal. Kenyataannya, asumsi bahwa
internet tidak praktis hanya bertahan beberapa tahun. Internet dahulu dinilai
tidak praktis karena dalam mengoperasikan dibutuhkan komputer, ruang khusus
untuk komputer, serta jaringan telekomunikasi yang handal. Kini perkembangan
perangkat keras teknologi komputer sudah menciptakan komputer jinjing-portable
(laptop) yang bisa dibawa ke mana-mana sebagaimana orang menenteng koran.
Teknologi Wi-Fi juga memungkinkan akses internet secara mudah di berbagai
tempat yang menyediakan titik-titik hotspot untuk menikmati fasilitas tersebut.
Munculnya teknologi broadband bahkan memudahkan orang mengakses internet di
mana saja dengan teknologi mobile. Bila teknologi AMPS (generasi pertama/1G) yang muncul pada awal
1990-an sekadar melampaui keterbatasan fungsi telepon yang statis menjadi
dinamis, serta hanya menampilkan suara, maka pada teknologi GSM (generasi
kedua/2G) yang bergerak pada pertengahan dekade 1990-an, teknologi seluler tidak
hanya mampu menjadi wahana tukar informasi dalam bentuk suara tetapi juga data,
berupa teks dan gambar (SMS dan MMS). Karena murah, akses teknologi mobile generasi kedua ini berkembang
pesat di Indonesia, sehingga memasuki 2000-an, handphone menjadi perangkat
hidup (gadget) sehari-hari.
Sejak tahun 2006,
masyarakat di Indonesia sudah bisa menikmati layanan audio-visual yang lebih
canggih dengan teknologi generasi ketiga (3G). Ada juga pilihan koneksi
internet ke aplikasi seluler dengan sistem UMTS, WiFi, dan WiMax. Berkaitan
dengan kecepatan akses, beberapa jaringan operator seluler sudah memiliki
jaringan paling cepat yang dikenal dengan high-speed downlik packet access (HSDPA) atau yang sering
disebut dengan 3,5G, yaitu generasi yang merupakan penyempurnaan dari 3G.
Terakhir, vendor maupun operator seluler sudah mulai menggunakan
teknologi next
generation network (NGN) atau 4G (Subarkah, Kompas, 29 Juni 2007).
Pada babakan inilah apa
yang disebut konvergensi media akan mencapai titik maksimal. Lewat segenggam handset, orang di berbagai penjuru dunia
bisa mengakses informasi secara cepat dan lengkap sesuai kebutuhan. Komunitas
pers menjadi pihak pertama yang memanfaatkan teknologi ini dengan menampilkan
informasi dalam bentuk teks, gambar, audio, dan visual. Konsekuensinya,
model-model jurnalisme via internet dan teknologi seluler yang mengusung
kecanggihan teknologi ini juga membawa pengaruh bagi praktik kerja
jurnalisme mainstream (cetak, radio, dan televisi).
Perspektif ini didukung
oleh tujuan bahwa esensi dari proses komunikasi tetap tidak berubah. Apa yang
membuat bentuk-bentuk komunikasi berbeda satu sama lain bukanlah penerapan
aktualnya, namun perubahan-perubahan dalam proses-proses komunikasi seperti
kecepatan komunikasi, harga komunikasi, persepsi-persepsi pihak-pihak yang
berkomunikasi, kapasitas penyimpanan, fasilitas tempat mengakses
informasi, densitas (kepekatan/kepadatan), kekayaan arus-arus informasi, jumlah
fungsionalitas/intelijen yang dapat ditransfer. Titik esensialnya adalah bahwa
keunikan internet terletak pada efisiensinya sebagai sebuah medium. Namun
esensi komunikasi secara keseluruhan dan jurnalisme khususnya tetap tidak
berubah (Santana, 2005: 136).
Menurut Santana (2005:
136), terdapat tiga kelompok situs berita dalam kaitannya dengan isi. Pertama, model situs berita yang
banyak digunakan oleh media berita konvensional, yakni sekadar merupakan
edisi online dari medium induknya. Isi
orisinilnya diciptakan kembali oleh internet dengan cara mengintensifkan isi
dengan kapabilitas-kapabilitas teknis dari cyberspace. Sejumlah fitur interaktif dan
fungsi-fungsi multimedia ditambahkan. Isinya di-update lebih sering daripada medium
induknya. Washington
Post Online(www.washingtonpost.com), CNN Interactive (www.CNN.com), dan BBC News Online (www.BBC.co.uk) adalah contoh-contoh tipikal
tipe ini. Kedua, bentukan situs Web-nya
berisikan orisinalitas indeks, dengan cara mendesain ulang dan merubah isi dari
berbagai media berita. Saloon.com atau Slate and Drudge Report.com masuk ke dalam tipe ini. Situs
ini memendekkan portal-portal pemberitaan melalui indeksisasi dan kategorisasi,
hasil seleksi berbagai media berita dan isi mereka. Berbagai model situs ini
terfokus pada isu-isu spesifik, melayani kepentingan komunitas dan
kelompok-kelompok tertentu, serta membuat saluran pertukaran pikiran dan
diskusi interaktif dengan pembacanya. Ketiga,situs berita yang berisi diskusi
dan komentar-komentar pendek tentang berita dan media. Media-media watchdogs masuk ke dalam kelompok ini.
Mereka menjadi saluran untuk diskusi masyarakat mengenai permasalahan yang
mencuat.
Perkembangan teknologi
jaringan komputer yang fantastis pada akhir dekade 1980-an mendorong lahirnya
teknologi internet. Secara sederhana, internet dapat dipahami sebagai sebuah
cara atau metode untuk mentransmisikan bit-bit data atau informasi dari satu
komputer ke komputer yang lain, dari satu lokasi ke lokasi yang lain di seluruh
dunia. Kelebihan teknologi internet adalah kemampuannya menjangkau seluruh
penjuru dunia dalam waktu yang serentak. Internet juga memberikan ruang yang
nyaris tak terbatas bagi setiap orang untuk menyimpan, mengirimkan, atau
membuka akses informasi tersebut kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana
saja.
Apalagi, dengan
dikenalkannya teknologi World Wide Web (WWW) pada awal tahun 1990-an oleh Tim Berners-Lee,
internet dapat menampilkan “halaman-halaman” yang tidak hanya berisi teks,
tetapi juga gambar, grafik, animasi, dan suara yang menarik serta penuh warna
sehingga mampu menampilkan layanan multimedia yang bersifat audio-visual (data,
citra, dan suara). Internet tidak saja dapat menyajikan data yang bersifat teks
dan gambar, tetapi juga sinergi audio dan visual. Sifatnya yang dinamis dan
interaktif membuatnya lebih menarik dibanding sumber media informasi lain.
Secara resmi, proyek
internet pertama kali dikembangkan pada tahun 1969 oleh salah satu lembaga
riset di Amerika Serikat, yaitu DARPA (Defence Advanced Research Projects
Agency). Dilatarbelakangi perang dingin antara AS dan Uni Soviet, teknologi ini
diciptakan dengan tujuan mengantisipasi kehilangan data penting yang
dimungkinkan terjadi seandainya Uni Soviet berhasil menduduki basis militer AS.
Tahun 1972, jaringan komputer yang pertama dihasilkan dari proyek DARPA
tersebut lahir dan diberi nama ARPANet. Jaringan tersebut menghubungkan 40
titik melalui berbagai macam jaringan komunikasi dan tahan terhadap berbagai
gangguan alam. Aplikasi yang dikembangkan pada saat itu masih sebatas FTP (File Transfer Protocol), email, dan telnet (Wahyono,
2006: 133).
Pada perkembangannya,
titik yang dihubungkan pada jaringan ARPANet terus bertambah sehingga protokol
NCP (Network
Communication Protocol, yang saat itu digunakan tidak mampu lagi menampungnya. Setelah melalui
penelitian lanjutan, akhirnya DARPA menemukan TCP (Transfer Communication Protocol) dan IP (Internet Protocol) untuk menggantikan NCP sebagai
protokol standar resmi. Tahun 1984, jumlah host pada jaringan internet mencapai
lebih dari 1.000 titik. Host-pun berkembang menjadi DNS(Domain Name Sytem) sebagai standardisasi nama
domain dan menggantikan fungsi tabel host. Jumlah di atas pun terus berkembang
sehingga pada tahun 1987 telah melewati 10.000 titik jaringan (Wahyono, 2006:
133).
Sebagai medium baru,
internet dan produk turunannya memiliki karakteristik khas dibanding dengan
media konvensional yang telah ada. Internet merupakan salah satu aplikasi
teknologi yang mendasarkan diri pada sistem kerja (platform) komputer. Oleh karena itu,
tipologi (sistem) komputer akan menjadi landasan utuk mengidentifikasi batasan
serta karakteristik internet dan produk derivatnya. Salah satu derivat produk
teknologi Internet adalah situs berita. Disebut derivat karena pada prinsipnya,
situs berita adalah penamaan untuk menyebut salah satu jenis media online yang telah ada. Hal ini seperti
yang dinyatakan oleh Ashadi Siregar (dalam Kurniawan, 2005: 20). Menurutnya:
“Media online adalah
sebutan umum untuk sebuah bentuk media yang berbasis telekomunikasi dan
multimedia (baca-komputer dan internet). Didalamnya terdapat portal, website
(situs web), radio-online, TV-online, pers online, mail-online, dll, dengan
karakteristik masing-masing sesuai dengan fasilitas yang memungkinkan user
memanfaatkannya”.
Oleh karena itu, situs
berita merupakan salah satu sub-sistem dari media online. Penyebutan media online dikalangan beberapa ahli media cukup beragam. Salah satu peneliti
dan ahli media dari Universitas Texas, Amerika, bernama Lorie Ackerman,
menyebut media online sebagai bentuk “penerbitan elektronik”. Menurutnya terminologi
penerbitan elektronik adalah
“The term electronic
publishing is used to convey a variety of ideas . Most broadly, it prefer to
the use of computers in the composing, editing, typesetting, printing, or
publication-deliveredprocess”(Ackerman,http://www.students.cec.wustl.edu/~cs142/articles/MISc/Publishing/electronic_newspaper-crannor)
Penggunaan instrumen
komputer sebagai sarana produksi dan reproduksi informasi dalam penerbitan
elektronik membawa implikasi terhadap sifat dan bentuk informasi yang
dibawakannya. Dalam medium komputer ini informasi dikemas dalam format dokumen elektronik, bentuk ini menjadikan informasi
tersebut memiliki sifat salah satunya mudah untuk di “customise”, atau diatur-atur sesuai
kebutuhan dan pemanfaatannya. Selain itu juga semakin memudahkan transfer
informasi antar pengguna dan pengakses penerbitan elektronik
Salah satu pendekatan
dalam memahami media online juga dipaparkan oleh Ashadi Siregar (dalam Kurniawan, 2005: 20).
Ia melihat media online, melalui kacamata pendefinisian suratkabar digital, yakni ebuah entitas yang merupakan integrasi
media massa konvensional dengan internet. Identifikasinya terhadap
ciri-ciri yang melekat pada surat kabar digital ditulisnya sebagai berikut :
1. adanya
kecepatan (aktualitas) informasi
2. bersifat
interaktif, melayani keperluan khalayak secara lebih personal
3. memberi
peluang bagi setiap pengguna hanya mengambil informasi yang relevan bagi
dirinya/dibutuhkan
4. kapasitas
muatan dapat di perbesar
5. informasi
yang pernah disediakan tetap tersimpan (tidak terbuang), dapat ditambah kapan
saja, dan pengguna dapat mencarinya dengan menggunakan mesin pencari
6. tidak
ada waktu yang diistimewakan (prime time) karena penyediaan informasi
berlangsung tanpa putus, hanya tergantung kapan pengguna mau mengakses.
Salah satu desain
media online yang paling umum
diaplikasikan dalam praktik jurnalistik modern dewasa ini adalah berupa situs
berita. Situs berita atau portal informasi sesuai dengan namanya merupakan
pintu gerbang informasi yang memungkinkan pengakses informasi memperoleh aneka
fitur fasilitas teknologi online dan berita didalamnya. Content-nya merupakan perpaduan layanan
interaktif yang terkait informasi secara langsung, misalnya tanggapan langsung,
pencarian artikel, forum diskusi, dll; dan atau yang tidak berhubungan sama
sekali dengannya, misalnya games, chat, kuis, dll (Iswara, 2001).
Lebih lanjut tentang
media online berupa portal informasi ini,
Iswara (2001) menjelaskan karakteristik umum yang dimiliki media jenis ini,
yaitu:
1. Kecepatan
(aktualitas) informasi
Kejadian atau peristiwa
yang terjadi di lapangan dapat langsung di upload ke dalam situs web
media online ini, tanpa harus menunggu
hitungan menit, jam atau hari, seperti yang terjadi pada media elektronik atau
media cetak. Dengan demikian mempercepat distribusi informasi ke pasar
(pengakses), dengan jangkauan global lewat jaringan internet, dan dalam waktu
bersamaan .dan umumnya informasi yang ada tertuang dalam bentuk data dan fakta
bukan cerita.
1. Adanya
pembaruan (updating) informasi
Informasi disampaikan
secara terus menerus, karena adanya pembaruan (updating)informasi. Penyajian yang bersifat
realtime ini menyebabkan tidak adanya waktu yang diiistemewakan (prime time) karena penyediaan informasi
berlangsung tanpa putus, hanya tergantung kapan pengguna mau mengaksesnya.
1. Interaktivitas
Salah satu keunggulan
media online ini yang paling membedakan
dirinya dengan media lain adalah fungsi interaktif. Model komunikasi yang
digunakan media konvensional biasanya bersifat searah (linear) dan bertolak
dari kecenderungan sepihak dari atas (top-down). Sedangkan media online bersifat dua arah dan
egaliter. Berbagai features yang ada seperti chatroom, e-mail, online polling/survey, games, merupakan contoh interactive options yang terdapat di media online. Pembaca pun dapat menyampaikan
keluhan, saran, atau tanggapan ke bagian redaksi dan bisa langsung dibalas.
1. Personalisasi
Pembaca atau pengguna
semakin otonom dalam menentukan informasi mana yang ia butuhkan. Media online memberikan peluang kepada
setiap pembaca hanya mengambil informasi yang relevan bagi dirinya, dan
menghapus informasi yang tidak ia butuhkan. Jadi selektivitas informasi dan
sensor berada di tangan pengguna (self control).
1. Kapasitas
muatan dapat diperbesar
Informasi yang termuat
bisa dikatakan tanpa batas karena didukung media penyimpanan data yang ada
di server komputer dan sistem global.
Informasi yang pernah disediakan akan tetap tersimpan, dan dapat ditambah kapan
saja, dan pembaca dapat mencarinya dengan mesin pencari (search engine).
1. Terhubung
dengan sumber lain (hyperlink)
Setiap data dan
informasi yang disajikan dapat dihubungkan dengan sumber lain yang juga
berkaitan dengan informasi tersebut, atau disambungkan ke bank data yang dimiliki media tersebut
atau dari sumber-sumber luar. Karakter hyperlink ini juga membuat para
pengakses bisa berhubungan dengan pengakses lainnya ketika masuk ke sebuah
situs media online dan menggunakan fasilitas
yang sama dalam media tersebut, misalnya dalam chatroom, lewat e-mail atau games.
Sebagaimana portal
informasi, situs berita memiliki kesesuaian dengan karakter-karakter yang telah
dipaparkan diatas (bahkan kalau boleh dikatakan identik). Sebab pada prinsipnya secara
teknis tidak ada yang membedakan kedua jenis media online tersebut, keduanya
memanfaatkan aplikasi teknologi internet yang sama (dibangun dengan konsep
bahasa HTML dan Java[2]),
dan menggunakan web browser sebagai sarana outputnya.
Lebih jauh tentang
pengertian “situs web” atau “website” itu sendiri—yang menjadi salah satu varian teknologi
internet—merupakan aplikasi yang mendominasi pengunaan internet. Apapun jenis
media online, baik itu suratkabar online atau TV-online sekalipun, pada prinsipnya
adalah menggunakan teknologi berbasis web. Pengertian situs web memiliki
penjelasan beragam dengan berbagai karakteristik dari situs web itu sendiri,
antara lain:
“Website is a collection of
interlinked web pages with a related topic, usually under a single domain name,
which includes an intended starting file called a “home page”. From the
home page, you can get to all the other pages on the website. Also called
a “web presence”. (http://www.free-webhosts.com/definition/website.php)
“A Web site (we prefer the
two words rather than Website) is a collection of Web files on a particular
subject that includes a beginning file called a home page. For example, most
companies, organizations, or individuals that have Web sites have a single
address that they give you. This is their home page address. From the home
page, you can get to all the other pages on their site. For example, the Web
site for IBM has the home page address of http://www.ibm.com. (http://searchnetworking.techtarget.com/gDefinition/0,294236,sid7_gci213353,00.html)
Dari dua definisi di
atas dapat diperoleh karakteristik dari situs web yang didefinisikan sebagai:
Pertama, sekumpulan halaman web yang
berhubungan satu sama lain, yang disatukan melalui suatu topik
tertentu. Kedua, memiliki alamat unik yang membedakan dengan situs web
sejenis. Ketiga, hubungan antar halaman web
dimediasikan oleh suatu fitur tententu di dalamnya.
Situs web terdiri atas
halaman-halaman web didalamnya. Dalam halaman-halaman web ini berbagai ragam
informasi dituangkan dan disajikan. Antar halaman tersebut dihubungkan oleh
sebuah fitur bernama hyperlink. Hyperlink inilah yang menjadi jembatan
komunikasi antar informasi yang ada di dalam sebuah website maupun informasi lain yang
ada diwebsite lain yang terdapat dalam jaringan
global internet (Sosiawan, 2003).
Halaman web adalah
dokumen elektronik yang menjadi basis penyimpanan data dalam sebuah unit
jaringan global situs web. Didalamnya terdapat beragam format data baik itu
yang bentuknya teks, gambar, maupun file multimedia (audio video). Konsep
halaman web ini selanjutnya dijelaskan oleh beberapa definisi sebagai berikut :
§ The web uses the metaphor “pages,” for the
organization of information. One page is actually a text file marked up in
HTML. It will appear to your web browser as a page containing images, text,
and/or hypertext and graphical links to other points on the same page, other
pages, large images, sound, or movies. Technically speaking, one page is one
computer file that has been marked-up with HTML codes. To a person using the
web, a page is that unit that you can scroll through using your web browser’s
scrolling tools. A web page has a top and a bottom, a beginning and an end.
(http ://www.radcliffe.edu/rito/glossary.html)
§ A Web page is a document, the basic data
storage and display unit of the World Wide Web. Stored as plain ASCII text, a
web page embeds “tags” or function and formatting codes which govern its
transmission and display on the end-user’s computer screen. These tags are
standardized as HTML, the hypertext markup language.
§ A web page is a document created with HTML
(HyperText Markup Language) that is part of a group of hypertext documents or
resources available on the World Wide Web. Collectively, these documents and
resources form what is known as a website. You can read HTML documents that
reside somewhere on the Internet or on your local hard drive with a piece of
software called a web browser. Web browsers read HTML documents and display
them as formatted presentations, with any associated graphics, sound, and
video, on a computer screen. Web pages can contain hypertext links to other
places within the same document, to other documents at the same web site, or to
documents at other web sites. They also can contain fill-in forms, photos,
large clickable images (image maps), sounds, and videos for downloading.
(http:// support.airmail.net/faq/glossary_mz.php)
Dari beberapa
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum karakter dan batasan
situs web pada prinsipnya hampir sama dengan media online. Hanya untuk lebih merincinya,
dalam penelitian ini digunakan batasan dan karakter situs web sebagai mediaonline sebagai berikut:
1. Berbasis
teknologi komputer dan jaringan internet
2. Bentuk
informasi data berupa dokumen elektronik
3. Kecepatan
(aktualitas) informasi
4. Adanya
pembaruan (updating) informasi
5. Interaktivitas
6. Personalisasi
7. Kapasitas
muatan yang dapat diperbesar
8. Terhubung
dengan sumber lain (hyperlink), dan
9. Memiliki
bank data (database) yang
terintegrasi dengan sistemnya.
Perkembangan
Pers, Internet, dan Kovergensi Media
Jurnalistik pada
dasarnya berkaitan erat dengan pers, namum memiliki perbedaan. Dalam arti
sempit, pers hanya digolongkan sebagai produk penerbitan yang melewati proses
percetakan. Pers dalam arti luas adalah meliputi pelbagai kategori dan jenis
media massa, baik suratkabar, radio, televisi, film, dan sebagainya.
Pengertian Press (Inggris)
atauPers (Belanda) berasal dari bahasa
Latin Pressare yang berarti tekan atau
cetak. Pers lalu diartikan sebagai media massa cetak (printing media). Jadi, secara umum istilah pers
lazim dipakai untuk suratkabar atau majalah (Muhtadi, 1999)
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ”jurnalistik” adalah bentuk komunikasinya, bentuk kegiatan
dan bentuk isinya, sedangkan ”pers” adalah medium tempat jurnalistik
disalurkan/disoiarkan/dipublikasikan. Jika dilihat dari hasil akhirnya,
”jurnalistik” adalah adalah hasil kegiatan pengolahan informasi yang akan
disampaikan berupa berita, reportase, feature, dsb, maka ”pers” adalah
suratkabarnya, majalahnya, televisinya, atau internetnya. Singkat kata pers
adalah medianya, sedangkan jurnalistik adalah isinya (Muhtadi, 1999; Sumadiria,
2005; Kusumaningrat dan Kusumaningrat, 2005).
Industri pers terkait
erat dengan perkembangan teknologi komunikasi, publikasi, dan informasi. Antara
tahun 1880-1900, terdapat berbagai kemajuan dalam industri pers. Yang paling
menonjol adalah mulai digunakannya mesin cetak cepat, sehingga deadlinepenulisan berita menjadi lebih
panjang dan bisa ditunda hingga malam hari. Selain itu, teknologi fotografi
memungkinkan ditampilkannya foto pada halaman-halaman suratkabar. Perkembangan
selanjutnya dari penemuan ini adalah teknologi cetak yang dapat mencetak kertas
sampai ribuan lembar setiap jam. Proses percetakan menggunakan metode typesetting, yakni huruf yang akan dicetak
disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan hasil cetakan seperti yang
diperkenalkan pertama kali oleh Gutenberg. Pada periode 1860-an merupakan tahun
ditemukannya litography, yaitu proses percetakan dengan
cetakan bahan kimia dan menggantikan metode sebelumnya, yaituengraving. Di sisi lain, teknologi
percetakan fotografi pun mengalami perkembangan dengan proses photoengraving yaitu dengan mencetak suatu gambar
secara kimia melalui lempengan besi dengan proses fotografis. Setelah Perang
Dunia II, proses percetakan menggunakan offset printing. Teknologi ini digunakan terus menurus
sampai saat ini karena kualitas, kecepatan, dan dari sisi pembiayaan lebih
ekonomis (Straubhaar & La Rose, 2006; Fidler, 2003).
Pada 1893, untuk
pertama kalinya surat-suratkabar di AS menggunakan tinta warna untuk komik dan
beberapa bagian di koran edisi Minggu. Pada 1899 mulai digunakan teknologi
merekam ke dalam pita, walaupun belum banyak digunakan oleh kalangan jurnalis
saat itu. Pada 1920-an, suratkabar dan majalah mendapatkan pesaing baru dalam
pemberitaan, dengan maraknya radio berita. Namun demikian, media cetak tidak
sampai kehilangan pembacanya, karena berita yang disiarkan radio lebih singkat
dan sifatnya sekilas. Baru pada 1950-an perhatian masyarakat sedikit teralihkan
dengan munculnya televisi. Namun kemunculan televisi tidak sampai “mematikan”
media yang lain. Jadi dapat dikatakan, munculnya radio tidak mematikan media
cetak, demikian juga munculnya televisi tidak menghentikan kegemaran orang
mendengarkan radio. Ketiga jenis media itu memiliki karakteristik tersendiri
dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing sehingga saling melengkapi. Inilah
yang menyebabkan ketiga media itu sanggup bertahan bersama-sama secara harmonis
(Rivers, dkk, 2003).
Perkembangan teknologi
komputer yang sangat pesat pada era 1970-1980 juga ikut mengubah cara dan
proses produksi berita. Selain deadline bisa diundur menjadi lebih panjang,
proses cetak, copy cetak yang bisa dilakukan secara massif, perwajahan, hingga
iklan, dan marketing mengalami perubahan sangat besar dengan penggunaan
komputer di industri media massa. media cetak mengalami perubahan besar dalam
proses produksi. Mesin ketik yang tadinya dipergunakan secara luas untuk
menghasilkan tulisan, mulai digantikan oleh komputer. Melalui komputer, media
cetak tidak hanya menghasilkan tulisan yang dapat diubah tanpa membuang-buang
kertas namun juga dapat mengubah suatu gambar atau foto. Hasil kerja yang
berbentuk softcopy tersebut, kemudian dicetak.
Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap efisiensi biaya produksi (Straubhaar
& La Rose, 2006).
Memasuki era 1990-an,
penggunaan teknologi komputer tidak terbatas di ruang redaksi saja. Semakin
canggihnya teknologi komputer notebook yang sudah dilengkapi modem dan
teknologi wireless, serta akses pengiriman berita
teks, foto, dan video melalui internet atau via satelit, telah memudahkan
wartawan yang meliput di medan paling sulit sekalipun. Selain itu, pada era ini
juga muncul media jurnalistik multimedia. Setiap media dan kantor berita juga
dituntut untuk juga menggunakan internet ini agar tidak kalah bersaing dan demi
menyebarluaskan beritanya ke berbagai kalangan. Setiap media cetak atau
elektronik ternama memiliki situs berita di internet, yang updating datanya
bisa dalam hitungan menit. Ada juga yang masih menyajikan edisi internetnya
sama persis dengan edisi cetak.
Di sisi lain, pada
tahun 2000-an, berkat perkembangan teknologi web yang pesat, muncul situs-situs
pribadi yang juga memuat laporan jurnalistik pemiliknya. Istilah untuk situs
pribadi ini adalah weblog dan
sering disingkat menjadi blog saja. Memang tidak semua blog berisikan laporan
jurnalistik. Tapi banyak yang berisi laporan jurnalistik bermutu. Senior
Editor Online Journalism Review, J.D Lasica pernah menulis
bahwa blog merupakan salah satu bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber
untuk berita. Meski tentunya masih diperdebatkan karena harus memenuhi beberapa
syarat.
Internet pada dasarnya
adalah sistem jaringan antar komputer. Konsepnya adalah menjadikan personal komputer (PC) yang terdapat di seluruh
dunia baik di rumah-rumah maupun di kantor sebagi terminal komunikasi serba
guna yang dapat digunakan untuk menerima ataupun mengirim sinyal seperti suara,
gambar, dan data (Ishadi, 1999).
Internet sebagai salah
satu kata kunci yang memainkan peran penting dalam pembentukan media baru juga
ditegaskan oleh pernyataan Don Tapscott, direktur Alliance of Converging
Technologies, sebagai berikut :
The traditional media of the
fourth estate (originally called ‘the press’) are converging with computing and
telecommunications to create nothing less than a new medium of human
communications –with the Net at its heart (Tapscott, dalam Dalam Riley,
Patricia, et.al,http:// http://www.ascusc.org/jcmc/vol4/issue1/Keough.html,1998).
Media baru tersebut
muncul dengan sifatnya yang semakin canggih. Karakteristik volume informasi dan
pesan yang disampaikan semakin besar dan menjangkau seluruh dunia. Media baru
yang dimaksudkan di sini tidak terbatas hanya pada media interaktif saja, tapi
juga seluruh media konvensional yang ada. Berkat kecanggihan teknologi, media
baru ini mampu menyebarkan seluruh kejadian ke seluruh penjuru dunia pada saat
yang sama. McQuail (2004) merumuskan ciri-ciri media baru tersebut, antara lain
:
1. Desentralisasi:
pengadaan dan pemilihan berita/informasi tidak lagi sepenuhnya berada di tangan
pemasok komunikasi.
2. Berkemampuan tinggi:
pengantaran melalui media kabel dan satelit mengatasi hambatan komunikasi yang
disebabkan oleh pemancar siaran lainnya.
3. Bersifat interaktif:
setiap pelaku komunikasi yang terlibat didalamnya dapat melakukan proses
komunikasi timbal balik, dimana mereka dapat memilih, menjawab kembali, menukar
informasi dan dihubungkan dengan yang lainnya secara langsung.
4. Fleksibel:
fleksibel dalam hal ini meliputi bentuk, isi, dan penggunaannya.
Dengan jaringan
internet sebagai saluran komunikasinya dan informasi interaktif yang menjangkau
seluruh dunia, peranan media baru tersebut menjadi sangat dominan. Semua media
lama akan menjadi tradisional jika tidak melibatkan diri dalam jaringan cyberspace. Semua itu merupakan prasyarat
agar media mampu menjadi bagian dari sistem jaringan global.
Secara nyata, praktik
“jurnalisme online” dimulai ketika Mark Drudge yang
terkenal lewat Drudge Report-nya membongkar skandal perselingkuhan Presiden
Amerika Serikat Bill Clinton dengan Monica Lewinsky atau yang sering disebut
“monicagate” (Berita skandal ini mulai menjadi perbincangan publik ketika
sebuah e-mail dikirimkan ke 50 ribu
pelanggan pada tanggal 18 Januari 1998 (Santana, 2005: 136). Dalam setiap aspek
penting kisah ini, menurut Lasica (dalam Santana, 2005: 136),
Ketika menulis Internet Journalism and the
Clinton-Lewinsky Investigation, medium internet digunakan untuk “membongkar berita-berita skandal,
menyuarakan tuduhan-tuduhan baru, dan merilis secara keseluruhan laporan
final Starr atas investigasinya”. Hingga timbul
pertanyaan: apakah berita ini adil dan akurat perlu dikesampingkan untuk
menjangkau (fakta) fenomena jurnalisme online telah hadir? Jumalisme online telah memicu tren alternatif,
mengklaim bahwajurnalisme online telah mengubah segala aktivitas jurnalistik dan kegiatan lama
profesi jurnalisme. Sejak itu, jurnalisme online telah maju secara dramatis.
J. Pavlik (2001)
menyebut jurnalisme online sebagai “contextualized journalism” yang mengintegrasikan tiga
model komunikasi, yaitu kemampuan multimedia berdasarkan platform digital,
kualitas-kualitas interaktif komunikasi online, dan fitur-fitur yang dapat ditata
dengan berbagai variasi (costomizable features).Dalam kaitan ini, Rafaeli dan Newhagen
(sebagaimana dikutip Santana, 2005: 137) mengidentifikasi lima perbedaan utama
yang ada di antara jurnalisme online dan media massa tradisional: (1) kemampuan internet untuk
mengombinasikan sejumlah media; (2) kurangnya tirani penulis atas pembaca; (3)
tidak seorang pun dapat mengendalikan perhatian khalayak; (4) internet dapat
membuat proses komunikasi berlangsung sinambung; dan (5) interaktifitas web.
Dengan berbagai ciri yang melekat pada jurnalisme online di atas, maka dapat dikatakan
bahwa secara nyata terdapat perbedaan yang cukup mencolok pada jurnalisme onlinedibanding media konvensional.
Dengan demikian. kelebihan dari internet sebagai media komunikasi adalah
kemampuannya dalam mengubah alur komunikasi yang searah (dari komunikator ke
komunikan) menjadi dua arah (dari komunikan ke komunikator). Sifat interaktif
inilah yang menyebabkan internet mejadi media yang memperlebar ruang-ruang
demokrasi, sebab masyarakat tak lagi sekadar objek pemberitaan tetapi juga bisa
jadi subjek.